Minggu, 31 Oktober 2010

Gambar dan Karikatur sebagai Art Propaganda

Tak bermaksud untuk promosi atau mengumbar senyum pada kalangan mahasiswa yang lewat untuk photo copy. Tapi memang inilah keadaan yang ada di UKM-ku. Bukan hanya sekedar menjadikan sebuah ruang untuk berkumpulnya para wartawan-wartawan INOVASI. Tapi lebih dari itu, menjadikan ruangan yang bersih putih itu untuk disulap menjadi ruang seni (art room). Karya seorang wartawan sangat kurang lengkap kalau tidak ada gambar yang menemaninya. Gambar merupakan lukisan jiwa untuk menonjolkan sebuah tulisan. Inilah yang ingin aku kembangkan. Dimulai dari lukisan dinding di depan UKM, ber-metafora dengan mading 3D, sampai menempeli stiker-stiker indah di depan pintu. Tapi ruang gerakku sangat dibatasi, lukisan dinding itu berarti aku harus menempelinya dengan stereofoam terlebih dahulu lalu melukisnya.

Yah, keterbatasan itu tidak sedikitpun menjeratku untuk tetap berkarya. Art propaganda mengacu pada semua penghuni UKM untuk terus berkarya seni. Ini merupakan bagian luar dari sisi jurnalistik yang mengedepankan keindahan atau bahkan perlawanan. Bahasa indah lewat jurnalisme narasi mungkin akan tampak lebih indah jika di bubuhi gambar lukisan atau karikatur. Tulisan remeh-temeh tentang kasus miringpun juga harus ditambahi dengan sebuah gambar.

Majalah INOVASI, buletin Patriotik, dan koran tempel Q-POST sedikitnya telah mengalami perubahan dalam hal desainnya. Pada tahun 90-an sampai awal tahun 2000-an produk-produk INOVASI tersebut terlihat kaku. Nuansa gambar dan desain sangat begitu minim. Nah, saat ini karena diilhami dari banyaknya ilmu yang terus dilahap oleh kawan-kawan tim desain, maka produk-produk INOVASI tetap berkembang dan dapat diterima baik oleh mahasiswa.

Kritis itulah INOVASI, berangkat dari ilmu dan lingkungan yang ada maka kami terus bergerak dan tetap menjadi komando buat mahasiswa yang hak-haknya merasa tidak tersampaikan. Kritik-kritik pedas yang terus dihujamkan ke arah birokrasi membuat kawan-kawan selalu menyuruhku untuk membuat karikatur. Yah, karikaturnya juga pedas sesuai dengan tulisan. Disini keberanianku sebenarnya diuji. Karikatur yang terlalu tajam mungkin akan memberikan efek jerah pada “si objek”, semacam shock therapy. Mungkin ada yang tidak terima jika alustrasi gambarnya disampaikan secara terang-terangan. Bahkan ada yang langsung datang ke UKM dengan wajah cemberut dan raut muka masam. Hal seperti inilah yang membuat iklim jurnalisme terus berkembang. Pesan yang disampaikan perlahan-lahan akan terus mengubah paradigma mahasiswa yang tadinya adem-ayem menjadi mahasiswa mampu mengerti kondisi kampus yang sesungguhnya. Jadi perlu diketahui bahwa gambar akan mempengaruhi pembaca. Simbol-simbol yang ada pada gambar merupakan cerminan dari sebuah kasus yang identik dengan sebuah perlawanan.